bantuan menulis KTI

Loading

Selasa, 13 Maret 2012

PENGAWETAN DENGAN PENGGUNAAN SUHU TINGGI



PENGAWETAN DENGAN PENGGUNAAN SUHU TINGGI

Mengapa Suhu Tinggi Digunakan pada Pengawetan Pangan ?
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan. Memasak, menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang menggunakan panas. Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak, lebih enak, dan lebih awet. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya racun dari bakteri Clostridium botulinum.
Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat di
dalamnya. Misalnya untuk susu dilakukan pasteurisasi yaitu pemanasan sekitar 62 oC selama 30 menit.
Pemanasan mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba. Efek yang ditimbulkannya tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan. Makin tinggi suhu yang digunakan, makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.
Pada umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan, maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah proses-proses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik, antara lain sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing.
Bagaimanakah Prinsip Pengawetan dengan Suhu Tinggi ?
Pada pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus dimatikan
2. Panas yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan
3. Faktor-faktor organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
Dikenal beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.
Blansing
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit. Contoh blansing misalnya mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 – 5 menit atau mengukusnya selama 3 – 5 menit. Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap panas,. Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan blansing yaitu :
  • membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah mikroba dalam bahan
  • mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng.
  • melayukan atau melunakkan jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke
  • dalam wadah
  • menghilangkan bau dan flavor yang tidak dikehendaki
  • menghilangkan lendir pada beberapa jenis sayur-sayuran
  • memperbaiki warna produk, a.l. memantapkan warna hijau sayur-sayuran
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diblansing dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu blansing biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat didinginkan dengan air.
Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau, karena warna bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan.
Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada bahan pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan masyarakat
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan bakteri dan menginaktifkan enzim
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya tidak lama. Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan, pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada saribuah dan suhu yang digunakan di bawah 100 oC. Contohnya :
• pasterurisasi susu dilakukan pada suhu 61 - 63 oC selama 30 menit
• pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC selama 15 – 30 menit.
Pasteurisasi pada saribuah dan sirup dapat dilakukan dengan cara “ hot water bath “. Pada cara “ hot water bath “, wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Beberapa cm (2,5 – 5,0 cm) di bawah permukaan wadah. Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah 100 oC ( 71 – 85 oC ), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah.
Perkataan steril mengandung pengertian :
1. Tidak ada kehidupan
2. Bebas dari bakteri patogen
3. Bebas dari organisme pembusuk
4. Tidak terdapat kegiatan mikroba dalam keadaan normal
Dalam pengolahan bahan pangan yang lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami peruba han sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal 2 macam istilah, yaitu :
  1. Sterilisasi biologis yaitu suatu tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan yang dipanaskan
  2. Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.
Pada produk yang steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan suhu tinggi; spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan berkembang biak.
Sterilisasi adalah proses termal untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC atau ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami perlakuan panas.
Mengingat bahwa perambatan panas melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan pangan memerlukan waktu, maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan membutuhkan waktu lebih lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi perubahanperubahan kualitas yang tidak diinginkan. Untungnya makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril komersial . Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah kira-kira 2 tahun. Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Pemanasan dengan sterilisasi komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng. Oleh karena itu spora bakteri tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 oC selama 15 menit dengan menggunakan uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.
Tujuan sterilisasi komersial terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri C. Botulinum. Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial sebaiknya disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus stearothermophillus.
Bagaimana cara berlangsungnya perambatan panas ?
Panas merupakan suatu bentuk enersi, diartikan sebagai pertukaran enersi diantara dua macam benda yang berbeda suhunya. Perambatan panas atau pemindahan panas dapat terjadi secara :
• Konduksi
Konduksi terjadi jika enersi berpindah dengan jalan sentuhan antar molekul atau perambatan panas terjadi dimana panas dialirkan dari satu partikel ke partikel lainnya tanpa adanya gerakan atau sirkulasi. Perambatan panas secara konduksi berlangsung secara lambat. Umumnya konduksi terjadi pada bahan berbentuk padat, seperti daging, ikan, sayur- sayuran, buah-buahan, dll.
• Konveksi
Konveksi terjadi jika enersi berpindah melalui aliran dalam media cair atau perambatan panas dimana panas dialirkan dengan cara pergerakan atau sirkulasi molekul dari zat yang satu ke zat yang lainnya. Pemanasan secara konveksi berlangsung secara cepat. Umumnya konveksi terjadi pada bahan berbentuk cair seperti saribuah, sirup, air, dll.
Selain itu perambatan panas dapat terjadi secara radiasi dimana panas dialirkan secara pancaran dan berlangsung tanpa media, misalnya sinar matahari. Pada bahan pangan yang dikalengkan, perambatan panas yang terjadi dapat secara konduksi dan konveksi, contohnya buah-buahan dalam kaleng yang diberi sirup, perambatan panasnya terjadi secara konduksi pada buahnya dan konveksi pada sirupnya.
Alat-alat Apakah yang Digunakan dalam Pemanasan ?
Alat-alat pemanas yang umum digunakan antara lain ketel pasteurisasi dan ketel sterilisasi. Alat-alat pemanas sederhana yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga misalnya alat pamasak nasi (dandang atau kukusan) dan panci tekan (pressure cooker), sedangkan di pabrik pengolahan digunakan otoklaf.
Dandang atau kukusan dapat dipakai untuk keperluan pasteurisasi dan sterilisasi. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi dengan alat ini lebih lama dibandingkan dengan alat-alat yang lebih modern. Hal ini disebabkan suhu yang dapat dicapai dalam alat-alat sederhana hanya sekitar 100 – 105 oC.
Jenis-jenis otoklaf yang digunakan yaitu :
1. Otoklaf statis atau jenis vertikal Suhu maksimum yang bisa digunakan ialah 121 oC; bila digunakan suhu lebih tinggi maka makanan akan rusak karena kontak dengan dinding kaleng yang panas. Hal ini terjadi terutama pada makanan yang bersifat padat, tetapi juga pada makanan yang bersifat cair.
2. Otoklaf agitasi atau jenis horizontal
Pada otoklaf jenis ini waktu pemanasan bisa lebih singkat, karena itu terutama digunakan pada bahan yang bersifat cair atau semi-cair. Kualitas bahan yang dihasilkan lebih baik. Head space mempengaruhi agitasi di dalam kaleng, maka suhu dinding kaleng menjadi lebih rendah . Dengan demikian suhu pengolahan dapat lebih tinggi dari 121 oC, dan waktu pengolahan menjadi lebih singkat.
Apakah yang Dimaksud dengan Pengalengan (Canning) ?
Pengalengan (Canning) adalah “suatu metode pengawetan bahan pangan yang siap untuk dimakan dalam wadah-wadah yang tertutup rapat (hermetis) yang telah diberi perlakuan dengan suhu tinggi untuk mencegah kerusakan“. Prinsip pengalengan adalah “ membunuh mikroba dengan menggunakan panas dan mencegah masuknya mikroba ke dalam wadah “.
Sebetulnya orang yang menemukan proses yang sekarang kita kenal dengan pengalengan ialah Spallanzani pada tahun 1765. Dalam percobaannya ia membuktikan, bahwa makanan yang ditaruh dalam botol terutup dengan gabus rapat-ra pat dapat dicegah dari kebusukan apabila botol tersebut dipanasi cukup lama. Sebagai pelopor atau disebut sebagai “ Bapak industri pengalengan “ ialah Nicolas Appert (1810) dari Perancis. Tetapi baru populer setelah penemuan Louis Pasteur (1860). Kemajuan pesat dalam industri pengalengan baru terjadi setelah tahun 1900, yaitu dengan didapatkannya botol-botol dan kaleng-kaleng yang dapat ditutup rapat serta cara-cara yang lebih baik untuk membunuh mikroba.
Kemasan untuk Pengawetan Pangan dengan Proses Termal
Jenis kemasan yang dapat dipakai untuk pengalengan makanan adalah kaleng, botol, dan kemasan lentur. Kemasan yang paling banyak digunakan adalah kaleng dan botol.
Kaleng (tin-plate)
Kaleng (tin –plate) adalah lembaran besi yang dilapisi dengan timah putih; pada kebanyakan kaleng timah putihnya tidak kurang dari 0,25 %. Kaleng merupakan wadah yang tepat untuk sebagian besar bahan pangan. Bagian dalam dari kaleng kadang-kadang diberi lagi suatu lapisan yang dikenal sebagai enamel untuk jenis-jenis makanan tertentu.
Fungsi
utamanya adalah agar makanan dan kalengnya mempunyai kenampakan (appearance) yang menarik. Enamel harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
• Tidak beracun, bebas dari bau-bauan dan flavor lain.
• Tahan terhadap suhu pengolahan
• Tidak bereaksi dngan makanannya, tahan terhadap keasaman dan tidak bereaksi dengan pigmen
Sifat korosif bahan terhadap kaleng biasa dipengaruhi oleh adanya oksigen. Korosi dipercepat jika pada kaleng terjadi penceratan atau lubang kecil dari lapisan timah putihnya. Oleh karena itu penting sekali mengeluarkan udara dari dalam produk yang dikalengkan dan menggantikannya dengan gas nitrogen (N2) atau divakumkan.
Keuntungan penggunaan tin-plate yaitu :
• Kuat dan tegar
• Dapat dibentuk dengan kecepatan tinggi menjadi kaleng dengan berbagai macam ukuran
• Memiliki ketahanan terhadap karat, asal disimpan dalam kondisi penyimpanan normal
• Memiliki kenampakan yang menarik
• Tahan terhadap tekanasn dan suhu pengolahan yang tinggi
• Mudah diberi dekorasi
Botol
Botol merupakan kemasan yang terbuat dari gelas, umumnya digunakan untuk bahan makanan yang bersifat asam, yang hanya memerlukan perlakuan panas ringan atau untuk bahan pangan yang bersifat sangat korosif seperti saus tomat dan acar. Ditinjau dari sudut pengolahan, penggunaan botol memerlukan kondisi sbb :
Otoklaf yang digunakan harus tipe statis
1. Medium pindah panas yang digunakan harus berupa air yang “ super heated” dengan uap, sehingga suhu mencapai 115 – 126 oC dan tekanan 20 – 30 psi agar tutup botol tidak lepas
2. Menaikkan suhu harus lebih lambat
3. Proses termal harus menggunakan suhu yang lebih rendah dan waktu pemanasan yang lebih lama
4. Kecepatan pendinginan harus lebih lambat dan dikerjakan dalam otoklaf, dengan cara menurunkan suhu dan tekanan secara berangsur-angsursampai mencapai suhu 65 oC, baru dipindahkan ke ruang pendingin.

Oleh : Saripah Hudaya, Ir.,MS.
Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Pengolahan dan Pengawetan Pangan